GELAP TERANG DALAM ABU-ABU
Hari ini hari pertamaku mengikuti MOS di SMA Bunga Bangsa. Bahkan untuk menyambut hari yang tidak istimewa ini, aku harus bangun sepagi ini. Jam dinding kamarku berdetak cepat. Searah dengan denyut jantungku yang juga semakin berlarian.
“Gawat !!!”
Sekali lagi aku melirik kearah jam dinding kamarku. Dan sudah kuduga, jam dinding itu terus menerus melangkahkan jarum-jarumnya mendekati angka 6.
“Aku telat”
Kepanikanku merambah dan seakan terbawa oleh darah-darah yang mengalir dalam tubuhku. Aku pun tak sadar sedari tadi handphoneku berdering.
8 message received
12 missed call
Gila, benar-benar gila. Kenapa sih harus ada MOS? Kenapa sih aku harus dateng sepagi ini? Dan kenapa juga aku harus ngikutin omongan-omongan senior yang gak jelas itu? Bukankah ini semua hanya mempermainkan perasaanku saja? Terutama ibu, ibu juga ikut repot mengurus semua kebutuhan MOSku? Apa ada sih peraturan resmi tentang MOS yang makin tahun makin jadi? Suru bawa tas karunglah, pake topi dari bolalah, pake rumbai-rumbai di pingganglah, pakai gelang dari sedotanlah, emang mereka gak mikir apa? Masa iya adik kelasnya dibuat kayak orang gila, mereka gak tega apa adik-adik kelasnya dijadiin bulan-bulanan orang-orang satu sekolahan gara-gara gayanya yang nyentrik?
Tapi sepertinya mereka justru puas dengan gaya nyentrikku saat ini. Dan bukan hanya aku saja. 288 siswa baru semua berdandan nyentrik hari ini. Nyentrik orang gila pastinya. Bahkan lebih parah dari orang gila. Apa sih mau mereka? Apa harus MOS diisi dengan kegiatan seperti ini? Ini semua cuma mainin perasaan murid baru. Kalo emang mereka dendam karena mereka pernah diperlakukan hal yang sama seperti yang aku alami saat ini, kenapa harus murid baru yang kena imbasnya? Bukankah lebih baik mereka balas dendam dengan kakak-kakak senior yang dulu pernah membuat mereka berdandan layaknya orang gila?
Semua pertanyaan itu muncul dalam benakku. Ya, di pagi hari yang mendung bagiku meskipun cerah, aku harus berdiri berjejer dan bersanding dengan cowok yang entahlah aku sendiri juga tak mengenal siapa dia. Dia adalah cowok yang sengaja dipasangkan denganku. Dan alhasil aku harus kemana mana bersama dia.
‘Bad day’
Hari yang menggembelkan bagiku. Kesana kemari, berjalan, duduk hanya berdampingan dengan Ojan. Aku seperti mimpi buruk di pagi yang bolong ini.
“Ayo donk, dik suap-suapan?”
What? Aku harus suap-suapan sama cowok aneh ini? Dandanan gak jelas, muka aja berantakkan. Ini semua gara-gara dia gak bawa sendok, makanya aku suru nyuapin dia. Oh, Tuhan dengakanlah jeritan hatiku ini.
Brrrooooooookkkkkkk…….
Suara gebrakan meja membahana ke seluruh penjuru ruangan kelas.
“Kakak aja sana yang mijitin dia! Emang aku tukang pijet apa seenaknya mrintah-mrintah aku mentang-mentang kamu senior? Lebih tua 1 tahun aja blagu sok-sokkan. Aku gak habis piker deh sama kalian bias-bisanya kalian tu ketawa ngliatin kita semua jadi bulan-bulanan kalian. Seenak pantat kalian nyuruh ini itu. Emang kamu sapa? Apa pangkatmu disini?”
Suasana berubah menjadi hening dan aku pun berlalu dari hadapan mereka. Karena aku tahu jika aku meneruskan semua celotehku, itu hanya akan menambah parah kegentingan.
“Masih untung kalian gak aku bikin daging guling. Dasar!” celetukku sembari melepas semua atribut yang menempel ditubuhku.
Aku berjalan menuju taman belakang sekolah. Seolah tak terjadi apa-apa, aku segera melupakan kejadian yang baru saja kualami. Dan pastinya tetap stay cool.
“Ona mana sih?”
Aku meraih handphone di saku rokku.
Ttuuuuutttt …… tttuuuuuutttt …….
“Halo”seseorang menjawab teleponku.
“Ona?”
“Iye, kenapa?”
“Cepetan ke taman belakang sekarang”
“Ta ….”
Kututup sambungan teleponku sebelum Ona selesai menjawab.
Sepuluh menit berlalu. Dan Ona baru saja tiba dihadapanku. Dengan raut wajah yang kucel sepertinya ia merasakan hal yang sama denganku seharian ini.
“Kenapa, Na?”
“Huft … tau gak sih? Aku habis dikerjain habis-habisan sama kaka kelas. Nyebelin banget kan?”
“Sapa emang yang ngerjain kamu?”. Kugapai bahu Ona sambil mempersilakan dia untuk duduk.
“Aku gak tau sapa namanya”
“Ya udah santai aja lagi”
“Ya gak bias gitu donk. Mentang-mentang mereka disini berkuasa, gitu?”
“Kok kamu jadi sewot gitu sih sama aku? Aku juga kali … gak kamu doing yang dikerjain”
“Emang kamu tadi di apain?”
“Mukanya gak usah mepet-mepet banget kali.”
“Hehehe. Apaa-apaan ? Cerita dong”
“Tadi aku bentak-bentak kakak OSIS”
“Bentak anak OSIS? Gila kamu, Cha”
“Hehehehe …. Habisnya aku sebel sama mereka. Masak aku suru kemana mana sama cowok gak jelas.”
“Emang sapa pasanganmu?”
“Ojan”
“Hahahahaha”
“Puas banget sih ketawamu?”
“Hahahaha … trus gimana?”
***
Hari ini hari pembantaian. Hahahahaha
“Akhirnya aku bisa bales semua kelakuan Anak-anak OSIS ke aku. Awas aja, aku bakal kasih mereka pembalasan yang setimpal”
Hari ini aku sangat amat bersemangat berangkat ke sekolah. Walaupun MOS masih ada, tapi itu bukan penghalang bagiku.
Berbekal sebuah kotak yang sedari tadi kutenteng, aku pun bergegas menuju sekolah.
“Kakak-kakakku … I’m coming”
Pagi ini MOS diawali dengan upacar pembukaan. Seperti biasa kami semua harus berbarid di tengah lapangan berselimutkan terik matahari yang semakin menjalar keseluruh lapangan. Tapi ada sebuah pemandangn yang cukup tak mengenakkan. Bayangkan saja, semua murid baru harus berpanas-panas ria sedangkan mereka asyik berteduh dibawah pohon beringin di tepi lapangan.
“Dia lagi”
Kupandangi gerak-gerik mereka yang bagiku itu tidak jelas dan tidak masuk akal. Ketawa-ketawa, joged-joged gak penting.
“Apaan sih? Gak penting banget deh”
“Apa Cha yang gak penting?”
“Onono liat deh tingkah polah OSIS SMA ini!” celetukku sambil menunjuk kearah mereka.
“Gila”
“Sekarang percaya kan sama aku? OSIS SMA sini tu gak jelas kerjaannya. Bisanya Cuma nyuruh-nyuruh, balas dendam atas apa yang pernah diterima waktu mereka MOS”
“Iya bener. Gak nyangka ya anak OSIS kayak gitu. Jebolan mana sih mereka?”
“Ya mana aku tahu”
Meskipun hari ini hari terakhir MOS, aku merasa sangat bahagia. Karena aku akan memberikan sesuatu yang special buat kakak OSIS yang satu ini.
“Ya, adik-adik sekarang kadonya dikumpulin ya”
Terdengar suara kakak pengampuku. Dia cantik, lugu, tapi agak sedikit judes. Rambutnya panjang, lurus, dan bervolume. Dan gak ada yang mengira cewek selembut dia ternyata gampang sewotnya.
***
“Kepada Yts. Oski Pramadhani. Buat loe ni Os”
“Mana sini”
Oski merebut secarik surat yang ada dalam genggaman tangan Lita. Seperti biasa dengan gayanya yang arogan dan sok berkuasa, hanya dalam hitungan sepersekian detik surat itu sudah berpindah tangan. Dan kini surat itu dalam genggamannya.
“Eh, ada lagi nih” ujar Donny yang duduk disamping Lita.
Sama seperti tadi, Oski mencoba menggapai sekotak kado di tangan Donny.
“Santai aja donk. Gak usah pake ngotot !”
“Sendiviya Chantika” denga suara terbata-bata, Oski membaca nama pemberi kotak itu
“Yang ini juga sama namanya Sendiviya juga”
“Liat donk liat donk”
“Ini buat gue kali”
Oski tampak keheran-heranan mengamati rupa kotak itu. Terbungkus kertas kado yang berkilauan disana sini. Terukir juga gambar hati berwarna merah muda di atas kertas kado itu. Mirip sekali dengan simbol cinta yang biasa diberikan seseorang kepada orang tersayang. Dan ini saat giliran Oski yang mendapat kejutan. Entah apa yang ada dalam benak Oski. Ia tak menyangka akan mendapatkan kejutan. Sekilas kado itu terkesan biasa-biasa saja. Tapi ada satu yang membuatnya heran. Nama “Sendiviya Chantika” sepertinya taka sing lagi bagi Oski.
Perlahan Oski mencoba membongkar kertas kado yang menyelimuti kotak tersebut. Dengan hati yang penuh antusias ia pun membuka kotak itu. Dengan sedikit kernyitan dalam dahinya yang seperti ikan louhan.
Seakan dihinggapi persaan yang tak nyaman.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaa ………..”
Sura jeritan menggelegar. Siapa lagi kalau bukan Oski yag melakukan perbuat seperti nenek-nenek yang hendak ditabrak mobil dengan kecepatan tinggi. Itulah Oski.
“Apaan sih?” sahut Lita
“Hhh iiituuu” sambil menunjuk kearah kotak yang baru saja ia lempar ke arah pintu.
“Iya itu ap emang?” Donny mencoba menghampiri kotak itu.
“Ya ampun ini tu tokek mainan tau”
“Kasian tau tokeknya kamu lempar-lempar. Sayang tokek mainannya donk. Kalo kamunya sih gak apa-apa” Lita menyela
“Sialan. Disini gue yang berkuasa ya, gak usah macem-macem deh sama gue”
“Yaelah. Penguasa sih penguasa, sama tokek mainan aja takut” seru Donny dan anak-anak OSIS lainnya.
Oski mengepalkan tangan kanannya. Mulutnya komat-kamit seperti layaknya mbah dukun yang membacakan mantra. Tapi untuk saat ini tak tahu apa yang sedang diucapkan Oski.
***
“Hahahahahaha. Pasti sekarang tu anak udah jerit-jerit gara-gara gue kasih tokek mainan” ujar Chaca degan bangganya.
“Hahahaha. Ih jahat banget sih kamu” sahut Ona
“Kamu juga ikut-ikutan ketawa aja kok ngatain aku jahat. Salah sapa seenaknya sendiri nyuruh-nyuruh. Yang penting kan aku udah balas dendam”
“Balas dendam tuh gak baik, Cha”
“Ya biarin. Yang penting kan sekarang dia udah ngerasain balesannya. Dan yang paling penting lagi kita udah nglewatin masa-masa MOS, kan? Jadi kita gak bakalan dauber-uber lagi sama cunguk-cunguk itu”
“Iya, sih. Tapi gimana kalo mereka balik bales dendam sama kamu”
“Gak bakalan, Na”
“Kok kamu yakin banget?”
“Yaiyalah, di surat cinta sama kado yang aku kasiin ke Oski kan gak ada namaku. So, gak mungkin mereka bisa balik bales aku” jawabku sambil mengangkat alis kananku ke atas seola-olah aku tak berbuat apa-apa.
“Yakin kamu, Cha?”
“Ya yakinlah. Semua rencanaku pasti tepat sasaran”
Dengan hati sumringah kusuguhkan senyum bangga pada raut wajahku. Tapi berbeda dengan Ona yang balik menggerutu. Bagiku tak ada yang salah. Semua rencana berjalan dengan sempurna. Mungkin kernyitan-kernyitan yang terselip di dahi Ona menunjukan bahwa ia enggan sependapat denganku.
What the hell. Mungkin ini semua akan Nampak seperti balas dendam. Tak ada salahnya sekali-sekali aku membalas semua perbuatan mereka. Dan esok hari akan baik-baik saja.
***BERSAMBUNG***